Bagaimana ketika aku memulainya dengan sebuah kata maaf...
Tentang gerimis yang terlalu cepat mengurai luka,
menyibak sekelumit rahasia yang disembunyikan mendung
Aku menatap kembali yang menjadi cerah setelahnya, tapi kini tanpa pelangi...
yach.. warna apik darinya dan memudar lamban
"jangan teteskan airmatamu?" pintamu, seraya
menyapu sebutir airmata dari sudut mataku
cinta terlalu berat untuk dipahami, cinta juga terlalu pedih untuk dijalani...
"Sstt...telunjukmu menghentikan keluhku
Aku tak meneruskan kembali , kali ini hanya bisa diam
saat aku berjalan berjingkat, menyusuri padang harapan
disana tempat rindu bertabur pasir luka, mengikat bahkan menjerat
aku kerap bertanya, apakah aku harus melawan atau menawannya?
pelukan ruh begitu akrab kita kencani,
seperti langit menyaksikan awan berarak memejah warna gelap yang berjelaga
Ssstt...sekali lagikau letakkan jemarimu
diatas bibirku
...lalu taruhlah luka dan terbitlah bersama sayap-sayapmu.
"Jika tak keberatan, aku hanya ingin kau mau berbagi lukamu. Setidaknya aku berharap kau tak terlalu sesak untuk memeluk kesendirian" bisikmu
Kau bergeser disebelahku, matamu perlahan menerobos mataku
"aku hampir tak percaya hari esok" jelasku kosong
"Sst..jangan menghakimi waktu" jemarimu merengkuh pelan jemariku
Sedikit lebih erat kau genggam
"Lihat aku"
aku pun menatapmu dengan berat
"Kau percaya Cinta tak pernah memilah. Ia berada pada ruang yang begitu suci. Bergerak halus menuntunmu"
aku diam
Tentang gerimis yang terlalu cepat mengurai luka,
menyibak sekelumit rahasia yang disembunyikan mendung
Aku menatap kembali yang menjadi cerah setelahnya, tapi kini tanpa pelangi...
yach.. warna apik darinya dan memudar lamban
"jangan teteskan airmatamu?" pintamu, seraya
menyapu sebutir airmata dari sudut mataku
cinta terlalu berat untuk dipahami, cinta juga terlalu pedih untuk dijalani...
"Sstt...telunjukmu menghentikan keluhku
Aku tak meneruskan kembali , kali ini hanya bisa diam
saat aku berjalan berjingkat, menyusuri padang harapan
disana tempat rindu bertabur pasir luka, mengikat bahkan menjerat
aku kerap bertanya, apakah aku harus melawan atau menawannya?
pelukan ruh begitu akrab kita kencani,
seperti langit menyaksikan awan berarak memejah warna gelap yang berjelaga
Ssstt...sekali lagikau letakkan jemarimu
diatas bibirku
...lalu taruhlah luka dan terbitlah bersama sayap-sayapmu.
"Jika tak keberatan, aku hanya ingin kau mau berbagi lukamu. Setidaknya aku berharap kau tak terlalu sesak untuk memeluk kesendirian" bisikmu
Kau bergeser disebelahku, matamu perlahan menerobos mataku
"aku hampir tak percaya hari esok" jelasku kosong
"Sst..jangan menghakimi waktu" jemarimu merengkuh pelan jemariku
Sedikit lebih erat kau genggam
"Lihat aku"
aku pun menatapmu dengan berat
"Kau percaya Cinta tak pernah memilah. Ia berada pada ruang yang begitu suci. Bergerak halus menuntunmu"
aku diam