Selasa, 13 Januari 2015

Untuk Tetap Tinggal

suatu saat nanti
ada hari dimana aku datang mememuimu untuk tetap tinggal
di kehidupan yang lain

suatu saat nanti
aku terlahir sebagai orang yang sama dengan hati yang sama
di kehidupan yang lain

jadi maafkanlah kekejamanku
kejamnya aku melupakanmu

Ssst...jangan takut
aku akan ada
di kehidupan yang lain, tentunya

kediri, dikehidupan yang lain

Kamis, 08 Januari 2015

Hanya Dia Yang Menyapa

hanya

seorang 

laki laki 

yang 

membuatku 

jatuh cinta 

pada 

sapaan 

pertama,

kedua, 

ketiga, 

keempat, 

kelima, 

keenam, 

ketujuh......

dan 

ke seribu 

delapan 

puluh 

sesudahnya....

....

....

....

kediri, hanya dia

Perempuan...


Aku tak pernah melihat seorang perempuan
selain peri peri penuntun surga yang menata sepuluh jemarinya untuk sedikit harapan

"Jadilah anak-anakku yang berdiri di atas segala cinta"

Aku tak dapat membandingkan purnama dengan binar matanya
Seperti aku tak mengerti, betapa curam kerut pelupuk matanya tempat kau sembunyikan luka

"Seberapa perih perjalanan ini, jangan sisakan untuk buah hatiku"

Ia tahu... Tuhan ebih sejuk dari semilir dikeningnya
Lebih manis dari senyumnya
Lebih hangat dari aurmatanya

Perempuan
Tak akan habis kata untuk menuliskan sisah tentangnya
Tak akan cukup warna untuk melukis kehidupannya
Taka akan berhenti nada untuk mengalunkan setiap ceritanya
Perempuan,
Aku, Kamu dan Mereka
,

Kamis, 01 Januari 2015

Jarum malam dan Sepasang ciuman

bulan menggurat dari celah kerisaun
kepada jemari, ...kepada puisi
setiap kata adalah cinta
sementara puisi adalah alur sebuah rasa
kita bertukar sepi
saling membaca karya sunyi
ketika lamunan menjadi titik jauh yang tak sempat kita singgahi
aku menjaga
dan kau kusembunyikan di rusukmu
sementara...
manis, kaulumat habis semua lara
dariku
jarum malam dan sepasang ciuman
aku diam

kediri, jarum malam dan sepasang ciuman

SEMUSIM KALI INI

Suma Aji Swasana feat Mahadiba

Tentang daun pagi yang kau nanti
tentunya tentang bulan yang menipis di pinggir mataku

Angin penyingkap kabut
biar saling bertepukan tanpa harus mengerti
keraguan gugurnya gerimis yang terjatuh,
jauh dibelakang ranting rapuh

Tak lebih,
kita hanya sepasang mata dengan warna ketabahan yang sama
berdiri terjal dilorong jendela
mengurai lugu cerita-cerita hujan

Pias yang melayang sebelum terhampar dipipi daun
mungkin mewakili jumlah degup yang ada
seperti lebatnya lamunanku
menjaring berat sepi

Aku menulis puisi
kau menjelma kata
salur bayangmu menyiksa manis
sederas arus bisuku

Rebah,
rebahlah gundah di sisi kerinduan
pada sakit yang tertahan
pada bibir yang beku tak bisa mengucap
tak lebih kita menjelma
aku pada sepasang rahasia
dan engkai di tempat yang begitu rahasia

Kata-kata adalah hujan
puisi adalah daun berguguran
cerita adalah gerimis yang tertahan
seperti air mata...

Kapan kita menyelesaikan?

Biarkan redup menggulung tulisan kusam
kepada debar, kepada denyut yang bergitu berharga
mungkin kepada mimpi yang tak terkabar

Kau tak perlu khawatir dimana akhir ceritanya...

Kediri, Semusim Kali ini

MENGGUGAH CERMIN



Sebelumnya,
ketukan waktu mungkin hanya kehampaan yang lengang
melekat di kesenyapan pada dinding kosong hembusan nafasku

Cahaya dan Gelap
kau padukan di jejak panjang perjalanan
Serupa sentuhan yang menenggelamkan dan menumbuhkan raut bulan
Melepas jerit matahari
Menaruh halus sunyi pada bisikan darahku
Indah, melaburi apapu yang tak kumengerti

Kau lahirkan aku dari segala keharuman puiisi

Lembut seperti airmata
begitu ajaib dari jemarimu


-SAS-