Rabu, 23 April 2014

Bagaimana ketika aku memulainya dengan sebuah kata maaf...

Bagaimana ketika aku memulainya dengan sebuah kata maaf...

Tentang gerimis yang terlalu cepat mengurai luka,
menyibak sekelumit rahasia yang disembunyikan mendung

Aku menatap kembali yang menjadi cerah setelahnya, tapi kini tanpa pelangi...
yach.. warna apik darinya dan memudar lamban

"jangan teteskan airmatamu?" pintamu, seraya
menyapu sebutir airmata dari sudut mataku

cinta terlalu berat untuk dipahami, cinta juga terlalu pedih untuk dijalani...
"Sstt...telunjukmu menghentikan keluhku
Aku tak meneruskan kembali , kali ini hanya bisa diam

saat aku berjalan berjingkat, menyusuri padang harapan
disana tempat rindu bertabur pasir luka, mengikat bahkan menjerat
aku kerap bertanya, apakah aku harus melawan atau menawannya?


pelukan ruh begitu akrab kita kencani,
seperti langit menyaksikan awan berarak memejah warna gelap yang berjelaga

Ssstt...sekali lagikau letakkan jemarimu
diatas bibirku

...lalu taruhlah luka dan terbitlah bersama sayap-sayapmu.

"Jika tak keberatan, aku hanya ingin kau mau berbagi lukamu. Setidaknya aku berharap kau tak terlalu sesak untuk memeluk kesendirian" bisikmu

Kau bergeser disebelahku, matamu perlahan menerobos mataku

"aku hampir tak percaya hari esok" jelasku kosong

"Sst..jangan menghakimi waktu" jemarimu merengkuh pelan jemariku
Sedikit lebih erat kau genggam

"Lihat aku"

aku pun menatapmu dengan berat

"Kau percaya Cinta tak pernah memilah. Ia berada pada ruang yang begitu suci. Bergerak halus menuntunmu"

aku diam

Ini hidup, Kiya!

baiklah, Kiya
aku terlalu letih untuk menjawab semua pertanyaanmu
hujan yang terlambat datang, gerimis yang terlalu singkat turun ke bui, tentang pelangi, belum lagi tentang senja yang berwarna merah saga..

kau ingat Kiya,
bagaimana aku pertama menyawapa dengan rupa asliku,
bukan rupa yang sejurus dengan penipu
dan kau tau agaimana ekspresi yang kau berikan kala itu...
hahaha....satu alismu kau angkat apik, simpul heranmu.

Kiya, kau hebat
layaknya penulis diksi, kau bersembunyi disisi pelarianmu atau pencarianmu,
kau hebat, begitu eksentrik bahkan menarik,
kau penulis yang membangun duniamu sendiri
belahan yang begitu membuatku takjub
meski aku berangsur melihat kotak pembuanganmu
ya...rasa sedihmu

kau ingat Kiya, ketika tangisan pertamamu pecah,
tangisan itu adalah kekahwatiranmu.
dan aku menyarankan,..
berlarilah kearah hujan, rasakan bagaimana hujan menyapu air matamu dan biarkan tubuhmu basah karena itu
seperti hujan memelukmu pekat sepekat pelukan sayang kekasihmu.

baiklah Ki,
sekarang kita bersulang atas kenikmatan hidup.
hidup untuk menyayangi dan disayangi, hidup untuk bahagia dan membahagiakan
dan kita butuh alasan untuk itu...
Sangat simple, Tuhan mendatangan mereka untuk alasan yang baik
taruh saja sebuah kalimat..
"Tuhan pasti menyayangiku.."
dan sepenggal hidup adalah seperti sebuah dlama dan kau adalah pemeran kehidupanmu sendiri
dimasa datang, dimana masa yang telah menjanjikan...
dan Tuhan menjamin itu, kiya.

Baiklah, Kiya
singkatnya.
Yakin pasti Tuhan menggenggammu.!