Kamis, 06 Februari 2014

Lalu aku tersenyum, membacamu

Ketika kau mengatakan
"Aku perapian kecil dari seluruh ketakutan sepi"
Mungkin aku akan menjadi tungku kekosongan digenggamanmu
seperti sepercik jenuh yang berkilas pada satu harapan
sebuah asa kecil, yang menjadi mimpimu

Ketika kau menulis
"Aku puisi, aku segala kabar dari kepergian yang tak terungkap
aku lelehan senyap dilorong matamu
aku patah yang tak berbaca"
Mungkin aku akan akan menjadi sapaan rahasia
seperti ribuan serangga yang menyapa malam
membawamu terbang melintasi batas lamunmu
atau aku akan menemanimu seteguh bulan
yang bertengger seanggun cinta

Dan ketika kau menjadi puisi yang tak pernah ada
Mungkin kuibaratkan engkau menjadi sebutir hening
diranting kesunyian
seperti setipis rindu yang tersemat
dalam tiap gores puisimu

Dan kau tau,
Sepihak dengan puisimu
Aku mengatakan padamu pria yang terpaku menatap kalut
Bahwa jadilah genang pada usai waktu
Pada tulus dan pada tiap patahan cinta

Lalu aku tersenyum, membacamu

KAU TULIS TENTANG AKU

Aku punya batas tak sempurna sayang...
karena sebagai manusia
aku tak mampu menebus
batas kata dan batas doa

Seperti aku pernah mengucap
dan terjatuh
pada perayaan kesombongan yang aku gelar
meski kadang menyakitkan
mereka yang mendengar dan melihat

Pada ujung runtuhku
kadang aku terlalu menikmati puing-puing
menikmati pekat kusutnya
sesal yang diciptakan air mata

"Aku tak bisa menyembunyikannya..."

Kemudian kau tulis tentang mataku,
tentang aku perempuan yang kerap melewatkan sepi
dalam pelukan rindu yang telanjang
tentang begitu maksiat coretan asa,
jiwa bahkan aku fulgar tak bisa menutupinya

"Sekali lagi aku fulgar kesedihan..."

Kemudian aku mengenalmu,
kau tulis tentang aku,
betapa dosa pernah memandikan raga kita
menjadikan kita humus, menjadikan kita
basah seperti telaga yang menganga
tanpa satu mahlukpun bermain di sana

Kemudian kau berusaha mengakhirinya,
segalanya dengan manis,
semanis bait suci
seindah keheningan yang merampas luka.

Badai senja, petang dan malam
membungkus jejak kepedihanku
dengan selembar kertas yang tertulis romantis
"CINTA"

"kau harum, kukecup perlahan
tulusmu
"Aku akan mengukirmu", perlahan kuletakkan catatanku
menujumu

GERIMIS

Sudah berapa kali gerimis tipis menyapaku ketika senja
sepertinya dia memahami arti sejuknya...

Aku tunduk memahaminya


PIJAR

Demi detak terakhir, yang luput ku kalimatkan,
langit memikat, dua bintang berjatuhan

"Biarkan mereka, aku hanya ingn melihat dua bintang kelelahan. Kemudian kutinggalkan kecupan sabda mahacinta, biarkan kembali hidup dan nyata akhirnya"

*pijar

Kau tak sampai, cinta.

Luka melintas langit malam..

Mendung, sepi
adalah biduan kerinduan
menjelma kata yang hampir mati

Kau, menyapu debu,
diantara dingin musim,
berjingkat, letih
"Puisimu adalah ayatmu"
kelakarmu memucatkan kalbu
Tak ada tangis yang pendam
melainkan hujan yang begitu mencabik.

Sementara
Dia mungkin merekam kekacauan kita
tak menyisakan perjalanan menjadi sempurna
Kau tak sampai, cinta.

SEPERTI ITU, AKU

Seperti lirik itu,
aku terjebak dalam sebuah frase yang tak bisa menembus batas kebenaran

"Relakan," ucapmu

Seperti nada itu,
aku dan runtuh pada masa lalu
rubuh, diantara puing

"Aku tak menyalahkanmu?" katamu

Seperti surat itu,
aku tak sempat melewatkan keheningan bersamamu
menyulam coretan-coretan indah

Seperti syair itu,
aku tak bisa menyembunyikan kepergian...

ADA YANG MENCARIMU CINTA

Ada yang mencarimu, Cinta..

Dibalik selimut tebal yang membungkus,
terbias dari sebuah wujud yang sebut saja raut,
menemu dilingkar pinggang yang sexy

Kali ini ada yang mencarimu, Cinta..

Tidak bergerak, hanya bertutupi senyum dilancarkan
Sapa menyisir disemenanjung harapan

Aihhh...

Ku diskripsikan saja,
dan kuceritakan apa saja.
Aku yakin setiap pori dinding
merekam.

Kami tak lebh dari sekedar dahaga. kami tak lebih dari sebuah prosa yang
terlalu ringkas untuk dicerna.
Kalimat kami tak manis, hanya sedikit romantis.

Ijinkan aku mengecap wangi diperhentian mimpimu,
aku akan menantimu di tepi ranjang.

"Kau yakin kau akan menanti?" ucapmu memastikan

Kita dipertemukan malam
Bahkan pernah menjadi saksi subuh
Ketika embun pertama di lelehkan
dan fajar dilahirkan..
Kita pernah menebarkan ranumnya sebuah kasih
Perkasih yang pernah menjadi kandas!

Sudah, jangan ingatkan itu.

Angin menitipkan satu pesan, ketika kau priaku
menjauh,

Kupunguti setiap napak tilasmu
kuberi nanti, mungkin...
Padamu sebingkai ketika bertemu.

DEK..

..Dan malam ini seperti sebuah sabda yang tercatat pada bait bait suci..

Aku adalah ruh yang ditinggalkan luka, pada haribaan sebuah kata setia berairmata, menunggu sepuh dari tangan bidadari.

Aku adalah ketiadaan yang membawa sakit, di ujung penantian yang ku simpan pertemuan,

"Bawalah buah jemariku yang ku sebut puisi, dek.."

Malam, langit berkisah, gemintang lantak menggemakan sastra.
terkutiplah sajaknya..

Di Tempatmu Berbaring Sekarang

Aku lihat Pilang mencium Kukila, kemudian membagi juga bibirnya untuk dicium Tumbra, dan terakhir Kukila mencium suaminya, sebelum ketiganya saling erat berpelukan.
..
Mereka bertiga berpelukan sambil mengucapkan perasaannya masing-masing sebelum satu persatu memanjat lalu melompat dengan tali dilehernya.
..

Bukan, bukan itu yang membuatku menangis.
Tetapi ketiganya dengan jujur saling mengakui cintanya masing-masing tanpa saling berselisih satu sama lain. Itulah yang membuatku menangis

Cerpen, Di Tempatmu Berbaring Sekarang : AAn Mansyur

UNTUKMU, Puisiku

Segenap mahluk akan meratapkan sesuatu, mereka akan kembali pada empunya,
mereka akan berada pada pintu-pintu dan jendela, tak terkecuali cinta.

Dan aku menjunjung kehadiran cinta, bahwa aku tak pernah sedikitpun menjadi sesuatu yang menakutkan bagi cinta, bagi hati yang memaafkan cinta

Untukmu, puisiku
: kau yang mengajariku arti kehilangan

Hujan belum berkemas,
sekawanan burung kecil sembunyi dalam rimbun dedaunan
Angin membawa kencang
sejenak membawa rintik gerimis semakin meradang

Seorang perempuan hidup
bersimpuh dipersimpang
merengkuh tilas sebuah kenang
diam..
hening...
gelap...
senyap...
terselip doa berharapan

"Semoga keharuman perasaan menjadi keabadian".

Terima kasih #Kebo

CERITAKAN KEMBALI SEBUAH KISAH CINTA

Ceritakan kembali sebuah kisah cinta

Aku seperti musim kemarau yang mengeringkan padang hijau
dibelantara kalbumu

Aku sepucuk belati yang terselip
diantara kedua sayapmu

Aku perempuan tak bersiluet, samar tertutup warna purnama

Aku...
Kini berada pada pangkuan telapak tangan yang terbuka
tapi aku tak ingin mati berahasia

KUBUR DAN TUNAIKAN..

kita terengah
saat malam duduk diruang diam

lihat!, kita telah hilang
tak satupun bayangan kita terbias purnama

sepasang cinta bercumbu
mengungkap segala bentuk kekesalan rindu
tertangkap sejajar lampu kamar

perhatikan mereka, pekik mu riang

tiba-tiba wajah haru
terekam drama indah
ketika mereka berpelukan

"jatuhkan daun-daun sebagai tanda hadirmnya kepiluan
dan letakkan kerinduan pada pembaringanku, kubur...tunaikan"

langit pecah
seperti hujan tangis
tiada bendungan

BERBARINGLAH CINTANYA

 
sebentar lagi kemarau datang
panas, mungkin tak mampu menumbuhkan ilalang
di hadapanku

aku membaca jendelamu yang terbuka lebar
seperti aku melihat wajah bulan berpendar ragu

selembar puisi
kau tanggalkan
disebuah pemakaman bernisan hitam

"menyentuh pipimu, aku yang hadir melambat di alam tidurmu
sebening air mata mengalir hangat, aku telah menugaskan dia (airmata)
untuk menjadi hujan ketika pemakamanmu datang."

Berbaringlah cintanya*

CINTA, benar...

benar, ternyata cinta bisa memanggil tangis dan tawa
mungkin dia telah menjadi ruh yang menyusup
ditiap relung yang bergaung

atau bisa juga menjadi ruh yang setia menjejak gunung
keteguhan

padanya, aku tak bisa mengatakan apa-apa
selain peristiwa cinta akan menjadi kristal kenangan
seperti bait itu,
seperti layaknya sebuah frase
aku alur yang tak punya cerita