Kamis, 06 September 2012

Dan ini untukmu...

Sepersekian detik, kumpulan kunang beranjak pergi. Mereka seperti gugusan bintang di langit malam. Aku hanya menatap, seperti halnya bersembunyi di sutra ungu.Sepersekian detik, telah kupersembahkan untukmu dawai-dawai aksaraku, saduran sederhana dari bilik jiwa. aku tak kan menuliskan puisi pedih, yang hanya menguras derai hujan.Sepersekian detik, kau tak sendiri. Begitupun aku. Aku hanya sejenak ingin beranjak, namun aku masih setia dengan menempatkan jejak yang terlukis disinggasana hati.

Kau lihat hamparan lautan, pernahkah kau relakan gelombang saat menyeret bebatuan karang? pernah kau merelakan buihnya hilang diserap pasir pantai? pernah pulakah kau menatap layar hilang dari dermaga penantian?

****
Dan ini untukmu...

Pada sepersekian detik untuk kesempatan yang kau isyaratkan,Untuk kau jaga lentera saat malam
Pada sepersekian detik untuk pagi dan senyum saat mata memandangUntuk harapan yang pernah kau pinjamkan
---------------------- yang terakhir,

Kau bukanlah tempat untuk merebahkan raga namun hatimulah petunjuk untuk menyematkan cinta.

Minggu, 02 September 2012

Terbakar sesuatu yang telah diciptakan.


diantara siapa-siapa yang mengakui
mungkin cinta itu begitulah adanya
yang terlanjur menyulam menjadi sesuatu yang indah

ada sesuatu di belahan dunia sana
ada kemasan istimewa yang dinamakan cinta
yang menaburkan,
kepada yang telah melarutkan

duduklah disampingku
kita serahkan sepi pada seribu puisi
agar tunai kerinduanmu

Nuansa yang lahir dari ribuan kata-kata,


wahai nuansa yang lahir dari ribuan kata-kata,
aku hidup dalam sekat dunia yang berotasi,
aku bernafas dalam denting undara yang berirama.
dan aku berjalan dalam pengembaraan jalan yang telah di nadirkan.

aku melihatmu, termangu diantara geliatnya tarian dunia,
ronamu tertutup awan kelabu anya tatapan kosong
yang kau biaskan dari penjuru angan.
kau telah ciptakan rahasia besar, rahasia cinta yang rapuh.

saat kau mengatakan ...
aku adalah tangisan kesendirian, yang tak mampu memayungimu
saat hujan mengguyur deras jubah penutupmu
aku adalah lautan kering yang ikanpun akan terkapar
aku adalah jiwa hening yang lama padam

mengharukan...

wahai nuansa yang lahir dari ribuan kata-kata,
takkan selamanya kau akan tarikan syair kepedihan,
kita, aku dan kamu hanya sebuah pertemuan aksara
indah yang lahir dari ketajaman hati
kita adalah sebuah arah dari keinginan takdir

wahai nuansa yang lahir dari ribuan kata-kata
bagaimana jika kita menatap mentari, mengikuti tenggelamnya matahari
dari timur sampai kebarat.
menghantam resah hingga menjadi serpihan debu berterbangan
dan bergumulah dengan harapan hingga menjadi janin terang.

Suma Aji Swasana

Pernah kau sentuh
Puisi pagiku yang masih di ranjang
Di celah jendela, matahari mengintip
Aku telanjang!
Lalu kau katakan, akulah kenaifan

Bau pagi menjelma
Aku tetap bagian sehangat waktu

Bulan yang mengapung tadi malam, seperti biasa membiarkan bintang melantai semalaman
Ku simpan indahnya
agar ketika sunyi menyeretku dari kursi lamunan
lalu meletakkan pada rindu yang tak bisa ku sentuh
aku bisa terjaga
dan ku letakkan di situ

Apapun itu
puisiku pasti memahami
apa lagi tentang kamu
Rindu!


(kupinang syair dari mu..sahabatku...SAS)