Minggu, 14 Juli 2013

Saat Senja Sore itu...

Kenapa aku memetik senja sore ini,
yup...
kita berdua keterasingan yang berada pada luar nyata
ditengah kerumunan dan hinggar suara cinta
aku duduk memeluk lutut sendiri di pinggir kota
dan kau mengasingkan diri di sudut kota.
aku menunduk di tengah desah sang bayu,
kemudian kau bermain anak-anak gerimis
ada banyak yang kita bicangkan dari senja sampai pagi menjelang,
tetapi ada juga banyak diammu merundung, memapah laraku

kau menggeser kembali tempat duduk
seperti langit yang menggusur jumputan bintang di langit malam.
tapi kenapa aku enggan beranjak pergi,
rerupa angin imajiku mengusung banyak tanya,
di sepatah belahan kata tereja.

Duka selalu menjadikanku hamba yang paling egois,
yang menganggap kamu adalah kepunyaan, yang menjadikanmu adalah
pelukan, yang membuat kamu permaisuri di balik awan
dan aku lebih nyaman berpelukan dengan sunyi, bermesra dengan sepi...

aku masih enggan bergeser,

kita berdua adalah manusia yang terdampar dari peperangan egois
kita berada pada ruang yang sama, diam dan duka. sungguh pilu..
ketika aku tak bisa membuatmu tetap berada di sudut kota
ketika itu pula aku menghampiri tangismu secara misteri
mungkin, dengan sentuhan kalbu atau rasa yang tak bisa terlihat
atau aku akan membelai rambutmu, mengatakan
betapa manis tutur-tuturmu yang tak menggoyahkan aku,
mebut kusentuh pelukanmu..meski jasad tak berpihak selamanya

aku menghembuskan nafas panjangku, semoga sampai kepadamu


mu,

Kamis, 11 Juli 2013

Disuatu Taman, Aku dan Gerimis

     Aku pernah menceritakan bagaimana kisah yang diukir dari ketidak tahuan, dari ketidaksengajaan di temukan dan menemukan, sampai akhirnya pada suatu ketika dimana kejujuran atas semua dusta yang menganga menjadi satu pilihan.
      Aku pernah bercerita tentang satu nama "Dia" tanpa penutup mata, tanpa basa basi, juga tanpa sekat yang kuberi isyarat purnama.
       Aku pernah menemukan satu puisi di sebuah taman kecil penuh bunga, dengan awal percakapan "hai"
aku menemukan satu pena yang tergeletak disisi sebuah puisi indah, ...
kukagumi dia, dengan tak segan-segan aku berkata "sukaaaaaaaaa"
       Hmmm....disebuah gerimis itu pula saksi kita menulis sebuah puisi, aku di sebuha kota sunyi katamu, dan kau menatap purnama di dalam jendela...
        Ya...kamu, dan pasti kamu...ini satu puisi yang kusuka darimu.
       Kebo,

Disuatu Taman, Aku dan Gerimis

aku menemukan sepi
bunga gugur
dan puisi

sisa rintik biarkan menggenggam kisah tersembunyi di daun letih
berayun seadanya..
aku menyebutkan jalan ketabahan

ada kesunyian dari redup matamu
senyum menipis
dan dua helai kertas putih yang belum terisi
katamu
"aku akan menulis puisi, satu untukku satu untukmu"
dan masih kau genggam sampai tak ada kata kehilangan

ini musim kedua ketika gerimis berkunjung lagi

: aku masih disatu taman kemarin
bersama gerimis yang kau kenali

Rabu, 10 Juli 2013

Masa lalu itu berlalu...


huruf-huruf ini punya cerita,
huruf demi huruf yang kurangkai membentuk kata
menjadikan kalimat utuh, dan tersaji menjadi satu surat

seperti sekarang, aku menulis satu surat untuk masa lalu.
dia adalah gerbong rangkaian waktu
atau letak sebuah buku yang tak bisa dipindah disebuah lemari kaca
dan kamu ada dibagian yang masih ingin membukanya
sesungguhnya tak ada bagian yang sekedar hanya? katamu
maksudmu, tak butuh waktu lima menit kita sudah berada di atas gerbong waktu

menghapa harus begitu?
jangan cuma bisa meng-hanya-kan saja masa lalu,
atau mengkerdilkan nama yang kau sebut kini.

"aku tersentuh, aku terjamah, aku bersuara dan aku ada
aku detik waktu yang sengaja ada, mengajarkanmu tentang rasa, tentang arti penyesalan
bahkan makna sebuah pilihan
dan mendewasalah." katamu kuingat itu

karena kemarin aku terlahir di sebuah rumah persingahan,
yang pernah hidup menyala manakala ada sebuah lilin pijar disana
maka aku menganggapmu ada, dan ketahuilah...
itu bukan salah, aku juga pernah menguburnya hidup-hidup
seolah tak ada

maafkanlah..
masa lalu adalah bagian luar yang membuatku sadar
aku tak akan durhaka padamu dengan mengenang seribu cerita itu
maka, datang dan peluklah...
selinglah beberapa tawa dan senyum mengjadi kolaborasi indah menghantar
musim ke-kini-anku, membentuk aku yang baru

atasnama luka, airmata, terima kasih

Selasa, 09 Juli 2013

Isak Yang Kukeluarkan Kemarin

aku pernah menitipkan setetes airmata pada hujan
dan dia meleburkannya, membawanya
aku mengenali, mengenali ketiadaan
yang telah menunjukkan makna airmata
setiap tetesannya adalah riwayat sederhana yang membawanya kembali ketitik nol
seperti serupa ketika para penyair mengkumandangkan sajak-sajak terindahnya

apakah aku harus berlari, menghindar..pergi
atau aku harus berdiri mematung
membuat lukisan dari bayangan yang tak tersentuh tuhan

isak yang kukeluarkan kemarin adalah pengorbanan
yang menghapus dahaga lelah
menghabiskan kegersangan atas pengingkaran...
maka kureguk, akan kutadahi air mata ini menjadi suara-suara ketulusan...
seperti nyanyian kemarin yang alpa tersentuh
ijinkan aku menyembunyikannya sendiri
diam...dalam cinta

Berhentilah Menangis


"berhentilah menangis".

kulirik jam dikamarku menunjukkan 03.12 WIB
kelopak mataku tak pernah terpejam, sedikitpu
justru ia lebih bekerja keras untuk mengerluarkan air mata.
tangis yang tak bisa kuhentikan

kemudian beberapa waktu berselang
pemakluman sang alam, melupakan
menenggelamkan isak
menyamarkan jeritan yang tak mampu kutahan...

kulirik kembali jam kamarku menunjukkan 06.00 WIB
tangisku sudah mereda, bersama hujan yang merenda
mengganti fajar, menjelma butir-butri embun yang bersahaja
tentang dia, tentang semua dengan jika dan seandainya

kemarin sabda  alam melakukannya untukku, sebuah nama menganga
tergarami luka...

Dompetku Bolong

Beberapa hari ini, aku memasang wajah angker. Untuk menatapnya di depan cermin sendiri aku ketakutan. Sepertinya dua bola mataku langsung masuk menantang setiap apa yang ada di depan mata.
Hufftt....Kalender-kalender yang semulanya diam tak bergeming, ikut sontak masuk dan membuat jadwal sendiri.
Tertulis dengan spidol besar bulatan sengaja dilingkarkan....
pastilah jadwal yang sudah direncanakan matang-matang, hasilnya rogohan kantong mengeluarkan lembar-perlembar lagi isi dompet.

Gelagapan, mimpi serasa seperti telivisi 14 inc, tak berwarna pula. Sepertinya aku masuk ke sebuah layar beradiasi kuno, menulis tentang satu bulan terakhir. Tentang wajah murka yang selalu kusuguhkan,, tapi luntur juga oleh satu senyuman...hehehhee

Pergi ke sebuah bookstore terdekat, mata jalang melenggak lenggok. Kembali kurogoh dompet yang berukuran setengah 15 x 9 cm. ketebalan ...tidak memungkinkan...
Semuanya rangkap, dobel yach...karena memang harus dobel, bagaimana tidak ini demi kedua malaikat-malaikat yang ingin nyangklong perlengkapan baru.
Masih ingat naqila, yach...putri kecilku yang super centil itu bilang, "mama....tasnya harus warna cantik merah, kuning, biru. aku juga pingin boxpencil yang ada kacanya, bla bla bla...katanya sambil menekuk jemari jemari mungilnya.
Nah kalau malaikatku satunya dia iqbal, lelaki sederhana yang hanya bisa bilang, "aku sih, manut mama." sederhana kan juga nrimo ing pandum. hehehe...itu malah yang bikin pusing,
Sudah berapa kasir aku singgahi dan akhirnya kembali lipatan dompetku akhirnya terjamah juga dan bolong.


Percakapan Ritual

seandainya tak lagi menjadi milikmu
aku yakin langit tak kan berkurang warna biru
malam tak akan kehilangan bintang
dan bulan tak kan lelah bernama purnama

ingat..
kemarin ada ritual khusus
bilamana kita berdua duduk bersandar pada
disebuah kursi batu, menikmati layar senja
yang akan tertutup bintang
melukis malam...
kau ingat...
pastilah akan tetap sama

tak ada yang berbeda,
hanya sedikit bergeser dari upacara sakral yang biasa kita lakukan

nafsu makanku,
ya..telah menjadi alpa
padahal tak lelah mulutku tersumpal penuh
dan kau bilang
"dasar omnivora..!"

atau kau tetap dengan posisi tertawa
kala aku mulai bertanya sebuah pertanyaan yang
menurutku...aneh
sama seperti...(i think...looooooodddddiiinggg)
ini kombinasi link dan spedy yang bocor...

akan berbeda, jika aku mela
dan aku menikmati kebiasaan baru ku.
berjalan menengadahkan kepala...menahan airmata




kukannya sendirian

Senin, 01 Juli 2013

Sekarang Katakan Padaku...

sekarang,...
katakan padaku

bagaimana engkau menjadi bisu
menjadi bungkam
bagaimana caramu berhenti pada satu titik
pilu...
dimana kita tak ingin berhenti?

hhh..

musim hujan kali ini menyihirku
merasuki, membuatku remah, patah
sejelma danau-danau mungil di musim kemarau
itu aku

dan kemudian

aku hanya diam, bersandar di tepian
menikmati keringnya air kolam yang hampir mengering
menyaksikan kekupu terbang mengutas didahan-dahan rapuh

ketahuilah hidup itu mencintai
dia akan terjatuh kala kita memejamkan mata
dan bangun kala kita membuka mata
biarkan aku menik
menikmati dengan syair-syair rumi yang kusyairakan
biarkan merampas nafas lelah yang menguliti jiwa-jiwa resah
..
firmanku, katakan
aku masih dekat diselubung hati yang membelenggumu.
matinya

Kisah kita berdua penyuka kopi

Sekarang detik jam terlampau cepat
jarum jam mengarah ke jam sebelas lebih tiga puluh menit
hampir dekat dengan malam yang pekat.

Malam ini peraduan singkat
membawa kita pada waktu yang berjarak
"Lihat langitnya ..?" tanyamu dengan suara sedikit berteriak
aku tersenyum, sembari membayangkan apa yang terjadi pada kerling bola matanya
"He he he .."
Tak terasa kopi expreso ditanganku menjadi dingin.
kita berdua ini penyuka kopi ya...

tapi dia lebih suka kopi dominan coklat dan aku lebih pekat

"Kamu lagi ngapain aja sich..?" tanyanya mengagetkan aku
"Eh, iya...iya...kenapa?" jawabku berbata

Sejenak kita terdiam, memcoba memadankan posisi kita dalam lamunan
nafas panjang terbuang terdengar hampir bersamaan..

Hhhhhhhhhhh....

"Tuh kan..kita berkhayal suatu keadaan yang sama." pikirku dalam hati

Satu bintang Sirius, itu kamu. terlihat berkelip terang di langit hitam
paling terang, bintang paling terang di antara bintang jatuh...
(sedikit gombal waktu itu, tapi dia terlihat senang)

"Setelah ini adakah makna rindu untukku?" tanyaku untukmu

Bukankah rindu tak mengenal waktu
dan aku punya cukup banyak waktu untuk menyiapkan semuanya

Aku terdiam, pelan berdiri dari tempat dudukku
meraih expreso dingin di genggaman,
"Kau masih disana?" tanyaku sekali lagi

Lampu-lampu dari gedung gedung tinggi dimatikan,
juga lampu kafe-kafe redup pun padam
terdengar suara pelan once dealova
memenuhi gema ruang tak berjendela,
di sudut kamar yang terbuka
: itu kamarku

Malam pucat,
Aku membiarkan telpon genggamku masih menyala
kutulis selembar puisi untuknya..
puisi terburuk ku

"Aku tak sabar menunggu hari itu
hari diantara penyatuan nafas kita
dari aroma hidup atau bahkan kematian selanjutnya
aku tak sabar menunggu waktu itu
diberikan waktu untuk menggila
untuk menyesatkan nya pada limbung raga
dan itu karma.
aku tak sabar menunggu hari itu,
membawa ransel kumalku
berjalan menujumu, kearah dimana hatimu pasrah
aku tak sabar menunggu itu...
adindaku"

Kulipat selembar berpuisi itu,
menjadi perahu kertas dan kulayarkan
bersama gerimis yang baru saja menyemai
kubiarkan terurai..
dan aku beranjak pergi,
kumatikan ponsel di genggamanku.
berlari ke arah tenggara dimana kau berdiri mematung disana

Langit Aku dan Kata-kata

aku syair-syair cinta yang rapuh
menyenandungkan gerimis
yang tersenyum sinis

dengan malaikat aku duduk bersanding
membawa resah dalam gegapku yang bisu

lihat...
aku masih berada disini
tak beranjak sedikitpun
tak bergeser

aku berkata pada cinta
wujudmu adalah kesucian yang sanggup kumaknai
yang tak mampu kubendung oleh riak hati
wujudmu adalah kesederhanaan yang lahir tak terperi
: aku terkunci sendiri

(tertunduk)

biarkan aku berkaca pada air mata,
yang jatuh tepat di atas tunas-tunas cinta.
biarlah aku tumbuh menjadi kantung-kantung kerinduan
pada jubah indah yang kelak kau kenakan

tak lagi tersisa
kepercayaan,
aku niscaya menjadi terhukum atas lingkaran yang mencipta.
kesadaran, kefanaan akan kekal seiring tahta agungnya bersemayam
kembali kedalam bejana keabadian

langit, aku dan kata-kata

Menikahlah denganku...

perempuan itu berkebaya putih berkerudung, lelaki itu memakai jas dan berpeci..mereka sepasang pengantin

dihadapan tuhan aq meminta, dan para malaikat menyaksikanya

tuhan telah memberi kekuatanya, cinta telah sampai pada takdir. kita kini menjadi sepasang mengukir kisah yg akan d kenang. kita adalah rahasia yg telah terbuka..

pengantinku..

aku bukan lagi embun-embun
aku bukan kisah tragis cinta romeo dn juliet, aku bukan kisah cinta sedih qais dan laila,
biarkan aku dan engkau menjdi kisah abadi adam dan hawa, melahirkan banyak cinta

pengantinku..
aku sah mu dan engkau sah ku

disebuah ruang kecil langkah kita berhenti, disudut nya tiga tangkai sedap malam disana, dan tirai sutera menantinya.

...





kecil yg bersembunyi di pupus daun. aku bukan lagi hujan yg telanjang di musim kerontang. aku bukan kisah kecil dalm lipatan buku harian. aku jg bukan tinta biru dlm pergantian semu.