Jumat, 29 Juni 2012

manis, asem, asin, gurih....xixxix


Pernah sengaja membuka catatan lama,
Tentang 'rasa'...

Di sebuah bangku taman yang mulai berkarat
Disaksikan indahnya warna lembayung senja
Dalam heningnya suasana

Aku meminta,
Kau menerima,
Sambut hangat...

Manis, asem, asin, gurih...
Rasanya

(xixixix, aku tertawa sendiri membacanya)

itulah...ciuman pertama
..

"Hayooo!!!" bentak dari belakang sambil menyahut diarynya
"Emang yang pertama untuk siapa, kak?" ledekku
dan dia memukulku kepalaku dengan diari itu
"Sana!!!, mau tau aja,...arek cilik sok-sok an.." usirnya sambil menutup pintu kamar

hiyyaa..
Aku wes gede lah....

Kamis, 28 Juni 2012

:: KERINDUAN,


Tatanan perasaan yang tak tergambar
Bahkan oleh torehan kuas dari sang pelukis
Tatanan jiwa yang tak terkata
Bahkan dari syair-syair milik pujangga tak bernama

Membuat raga kuat menjadi lemah,
Melemahkan kepak-kepak sayapnya
Hingga tak mampu terbang tinggi 
Terjerembab...terhempas jatuh dihadapan

Biarkan senandung rindu
Selalu menemani khayalku
Biarkan percakapan dingin pada dinding
Menyaksikan segalanya..

Yang tau hanya rindu antara aku dan kamu..

BILA SEMPAT...


Betapa sayup aku mendengar suara itu
Kepada jiwa yang selalu bertanya
Lirih nafas mu menjawabnya
Pada do'a yang beku di balik ruang waktu

Tentang rinai hujan
Tentang beningnya embun 

Menyibak sedikit rona biru,
Berhenti pada sudut sembilu
Pada titipan tangisan tidur di kala malam
Dan nyanyian mimpi di denting kelam

Ohhh...

Bila sempat waktuku, sebelum santun berucap
Pada kerinduan anganku,
Bawa kembali bahagiamu,
Sertakan juga keindahan yang kau ciptakan
Sisakan sedikit untukku
Karena aku akan merangkainya menjadi kalimat sendu

Dengarlah pertanyaanku??
Maukah sedikit berikrar untukku,
Padanya yang kelak mendiami ruangku,esok, nanti
dan mungkin selamanya....

Bila sempat ijinkan aku mengecupnya
dalam kening sekali dalam sisa ceritaku.

Rabu, 27 Juni 2012

ini tentang


ini tentang...

pertama akan diam
kedua benar-benar diam
ketiga telah diam
keempat sungguh terdiam

kelima...

merasakan, diamnya.. tenangnya
seperti aliran sungai kecil
meneruskannya sampai ke muara

Selasa, 26 Juni 2012

berhenti...melanjutkan kisah

Andai cerita bisa kulanjutkan tak cukup rindang 
dedaunan meneduhkan kisahku

Jari jemariku memilin merangkai kata, 
bak terjuntai menguntai mayang terurai
Ungkapan lukisan diri pada bait puisi

Pada batas senja kulayangkan tanya,
Mengapa sukma ku tak tersentuh rasa

Mencari batas sunyi pada serpihan resah
Sampai kutemukan halaman hilang dari lembaran kisah


Senin, 25 Juni 2012

Men Cinta imu dengan sederhana

Ku katakan padamu senja itu,
sebelum kau beranjak dari wajah mega.
Kenapa kau begitu kuat menyentuh sukma
Kenapa nada yang kau ciptakan tak sumbang

Tanpa jawab,
Hanya wajah muram yang kau biaskan.

Jika saja aku bisa memberi mu setitik embun
Jika mampu aku memberi sentuhan sukma tanpa prahara
Jika makna dinding itu tak bersekat
Jika gema itu hanya satu suara

Tentang kamu...aku mampu

Tanpa suara,
Kau terdiam di balik permainan jemari

Resah...

Saat lembayung senja mulai terbuka,
Ucapmu tak terhiraukan lagi
Bagai bicara aku di ujung mimpi,
Terpana menatap siang, sembunyi dibalik malam

Untukmu pemilik jiwa indah, dengan satu panah
Kau tepat memasang busurmu, tepat pula mengujam anaknya kesanubariku
Namun...
Ku ingin indah pula memaknainya
Memaknai satu perasaan dengan penghargaan jiwa abadinya


Buatku kau sajak indah yang tak terbaca
Kau goresan indah penuh makna
dan...
Kupetik sajak dari sang pujangga pula,
Untukmu, sekilas rasa dari rasa sebenarnya.

***

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana...
Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu...

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana...
Seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..."

***

Itu saja...

:: YANG TAK BERBALAS ::


Direlung menggema nyanyian suka cita
Senandung lirih berhembus di hati
Sampai tak patut tinta mengukirnya
apalagi kuas menggores setiap paduan warnanya

Ia meneguk dalam setiap rasa kasihku
Rasa sayang mengalir di sanubariku
Namun tak tersentuh untuk bibirku
Saat desahannya lirih membahana
Bimbang berbaur dengan istana fatamorgana

...

Untuk siapa aku mengatakannya?
Kepada siapa pula ku lantunkannya?

Dia tersimpan di sudut hati
Tak terlentera, tak tersirat rapi

Risauku kau terhempas
Bayangnya memudar bersama cahaya yang nanar
dan
Bilamana kusentuh ujung bibirku
Terasa getar kehadirannya
Sentuhan jemariku saksi bisu hadirnya

Seperti genang sungai bening
Pantulan cahaya bintang dalam gelapnya malam
Air mata syahdu, 
Seperti butir-butir embun i pucuk daun

Tulisan ini gubahan hati
Diperuntukkan pada kesunyian
Dikumandangkan pada jiwa kerinduan
Dinyatakan oleh mimpi dalam bayang-bayangan
Yang bisa terpahami dengan cinta
Tersembunyi pada terangnya siang
Bersemi pada malam merajang

Gubahan kasih sayang
Bait kilas cinta tak terbalas
Dengan siapa berani bertatap hati memecah sunyi
Pun dengan abaikan cinta??

Minggu, 24 Juni 2012

Pinta II


Tuhan ...

Malam ini kau kirimkan rinai, 
derai lembutnya cukup mengingatkan satu nama,
pada perih yang berbatas ruang dan waktu.

Tuhan ...
Engkau Maha Tau, bagaimana tentang rasaku
Mengapa dalam tidurku kau hadirkan rindu
yang setiap kerap kuemban di sisi bahu

Tuhan ...
Izinmu, kau tumbuhkan keajaiban kecil itu,
Meski ku tau nanti akan ada akhir saat menunggu.



**
Setelah pinta itu, kuhitung kembali langkah kaki saat menyentuh embun. Sejuk menjalar sekujur raga, saat sentuh lembut di ujung rerumputan menyawa.
Senyum kupaparkan kembali, menanti pelangi. 

Betapa aku bahagia, masih menemukanmu di sana.

Pinta


Tuhan...

Engkau telah mengguratkan mega di antara senja
Pun telah temani fajar di timur paginya
Berikannya bahagia sebelum duka menyapa
Pun sabar setia pada riak gelombang dan lautnya

Pertemukan pertemuan esok pada air mata yang kami tangisi
Pada bahagia tentang kisah letih penantian ini

Beri kuat kekuatan bertahan, 
dalam deru dan resahnya perpisahan.

Jumat, 22 Juni 2012

Tenggelam...dan seketika lemah mati


Maka jika mampu,
Kualamatkan setetes rindu pada kelam
Yang tak mampu lagi kusampaikan pada malam
Sebab kalbu tak lagi sendu

Pada bintang kusematkan sinar
Sembunyi, menanti, menulis lagi.
Tanyaku padanya kembali,
Tataplah terangnya meski hanya sebentar

Jangan kau tanyakan percaya,
Jangan pula kau berkata aku ada
Kalau langit telah merubah warna
Kalau angin tak mengarakkan hujannya

Pula jangan tanya tentang lautan
Dalamnya tak mampu terperi,
Begitujuga hati,
Tenggelam...dan seketika lemah mati

Tak akan kuhentikan hujan, yang jatuh dalam pelukan
Tak kubiarkan bulan padam, karena mentari mengganti malam
Tanyakan pada hati, apa yang terjadi.
Enggan aku tak melihatmu lagi...

Menghentikan...



Sangka ketakutan benar
Dayungku tak bersandar dipelabuhan
Sepertinya kayuhanku tak terbantu layar
Menerjang pasang ayunan arus menepikan perlahan

Sedemikian nama itu rindu
Hanya sebentar jelujuri rajut kalbu
Sesaat pula kuubah haluan
Begitupun menikmati tentram tepian lautan

hhhh

Embun suci
Yang merelakan kisah perjalanannya
Begitulah tentang riak lirih cinta
Pun begitu suaraku yang tak berbahasa

Kamis, 21 Juni 2012

Saat pergi dan tak kembali pada jiwa resah...


Hidupmu...
Sisa perjalananmu
Karena musim telah mengenalku
Dan juga telah menautkan rindu

Hidupmu...
Warna yang menerangimu
Karena ada banyak cahaya dari biasmu
Dan itupun telah menggelarkan layar kalbu

Ada yang mengiris hati
Ada yang mengikis jejak
Sanubari berhentilah berdetak

Telah kutulis pada awan
Jika nanti akan berhenti
Kau bacakan sisi kisah dari bahagia ini
Saat engkau tak lagi sendiri

Izinkan senyumku merekah
Saat pergi dan tak kembali pada jiwa resah...

I want to go home,


Bawalah aku terbang, untuk aku pulang
Lewat derita, dan lewat cerita yang kuhapus
Dan lewat pucuk rindu yang tak kunjung mekar
Aku ingin menghentikan perjalanan

Bawalah aku terbang, untuk dapat pulang
Dari aroma malam di tanah kerontang
Dari lembar perlembar halaman yang tak mampu kujelang
Mendamba dari mimpi tertinggi, 
dengan do'a dan tulisan
Aku ingin melupakan jalan.

Lantas, detak detik waktu berbunyi. Menjadi terjaga dalam menara mimpi yang kubangan disetiap desahku. Pada denyut nadi, dan aliran darah yang mengalir dibilik aourtaku ku iramakan untuk meminta. Disimpang jalan aku pernah menyapa, di situ pula aku akan melambaikan. Dihitamnya warna aku telah melukisnya, maka hias aneka warna kulukiskannya. Tak perlu kunanti badai yang akan menghentikannya. Di atas satu cinta, di atas satu nama, di sebentuk hati aku menjelma.

Luluhkan rasa tanpa beda, Tuhan menghukumku atas rasa keliru, Tuhan mentasbihkanku dengan tumpukan sesal, menanti yang bukan dicari, menunggu dari kalbu yang pilu langkahku mati, berhenti disudut hati. Biarkan aku sejenak untuk berhenti menapak, sejenak saja bahkan mungkin selamanya. Sampai hitam benar-benar hilang.

I could...


Pun aku merasa kau lebih memahami, bagaimana tumpukan kata dari seorang pemuja, tak perlu kuisyaratkan lagi. Bagaimana caramu memaknai. Yakin, kau pasti lebih mengerti. Kulihat kau lebih mengenal malam, kau lebih indah cara menatap hitam. Mengenalmu aku seperti melihat kupu-kupu yang hinggap di ranting kokoh. Kau pintal do’a untukku pada bahagiaku. Mungkin juga kau tasbihkan butiran rasa. Demikianlah aku menerima. Hanya setitik warna hitam pada pendar cahaya bulan. Tanpa terang meskipun kilau bintang berhamburan menjadi hiasannya.  

Layak kau burung murai hinggap di jendela. Renggang genggam tangan melepaskan. Kurelakan kau terbang hingga separuh perjalanan, bahkan seluruhnya pun ku ihklaskan. Menatap hanya memandang nyanyiannya, bahkan siulan riang meski t terhembuskan senandung suka cita, tanpa nestapa.  Ukuran kau bahagia.

Ada yang tak mampu kuartikan, ketika kau berkata tentang, bersuara pada perwakilan perasaan. Akan tetap beranjak, meski pelan. Biarlah diterbangkan angin malam, biarlah kabut mengentaskan syair kepiluan, dan biarlah dingin menyekat bilur-bilur kehangatan. Akan tetap kulakukan, meski tiada tempat bersanadar selain pada naungan malammu. Sebab, aku tak mampu terlelap tanpamu bintang, mimpiku berpendar.

Abaikan gelombang pasang yang meluluhkan perasaan, kuabaikan genangan airmata yang menyumpat netra, meski hujan telah mengeringkan badai. Tak kubiarkan do’a mu tak berbalas. Suaramu telah banyak membuatku tertawa, suaramu telah banyak membuat cerita tentang embun, tentang makna-makna. Aku hanya ingin merasa, kau pernah ada. Pernah menjadi rahasia dari setitik jiwa.

Kuhanya ingin merasa, bahwa ia pernah tumbh menjadi kisah, bahkan sampai detik ini. Hingga tak kujumpai kembali halaman yang akan mengilang pada putaran detakknya, pada setiap kata yang mampu kuwarnai dengan desah dan resahnya air mata.
Izinkan atasNYA aku mampu menatapnya sejenak, dan ENGKAU boleh membawanya serta memberikan indah yang sebenarnya.   

:: melalui jalan itu


aku siap menempuh gemuruh
juga remuk menamparku

mungkinku tak setangguh semesta
tak juga seindah cakrawala

kupenuhkan tenagaku
agar kala terjatuh, 
bisa berdiri, berlutut, tersungkur
dan bangkit lagi

ketika matahari memintaku menyambang
aku datang merapat kehaluan sebelum terbenam

RASAKU NYARIS SAJA


ada yang melarang rindu
memaksa memisahkan cerita
menghamburkan kata
menyudutkan kalbu

ikatan lengan
gamitan tangan
sematan lingkaran
lepaskan pelukan

menangis kecil dalam sebuah nyanyian
memasung berjeda
hanya hembus nafas kusembunyikan
bahwa kesalahan rindu masih ada

memilih rasa yang nyaris saja

I want to reveal the story again


Bila harus merindunya tanpa henti
maka berilah sabar untuk menanti

Bila harus kulangkahi setiap percikan tinta
maka biarkan aku tetap memaknainya

Menikmati kisah semu
kisah yang ingin kulahirkan lagi...

Rabu, 20 Juni 2012

L o v e


Aku mencintaimu, sungguh

Seperti malam mendamba surga

Menyayangimu sepenuh hati

Menggetarkan nadi, 

Alirkan cinta yang belum kau sadari

Selasa, 19 Juni 2012

Diam ku mencintainya


:: Tuhan ..

Anggun detak detikku berbunyi,
Mengucap nama, menyebutnya
Memaknai rasa
Meminta izin atasnya.

Jadikan kisah rindu menjadi takdirku
Sebab aku mencintainya tanpa menyadarinya

:: Tuhan ..
Biarkan aku memetik gemintang
Pada malam tak benderang
Dan angkatlah telapak tangan
Beri sedikit ruang  

Untuk mampuku mencintainya
Meski hanya lewat hembusan udara

re...you

Masih kuingat, 
Bagaimana sepertiga itu kuharapkan
Kerap seribu harap kutasbihkan padaNya
Pada kerap pula langkah di peraduan

Kini pun ia terlelap,
Dalam damai dalam jarak.


Akui kekalahan diri


Biarkan waktu yang membalutku
menjawab ucap pada yang beku
Semoga cinta yang berlimpah berhenti
Tanpa setitik sesal, dalam suara hati

Maafkanlah..
Mencintai malam layaknya aku mencintai
Pun harus belajar berhenti

Akui kekalahan diri

Kusuburkan kalbu pada sucinya cinta, malam ini...


Sematkanlah do'aNYA pada tekukan lutut
Bertasbihlah, untai gerimis menjadi selimut
Telah sejuk batinku,
Kalbuku terpenuhi olehmu

Gemuruh dada, sesakkan jiwa, hilang terbang bersama derai tawa.
Isak tertatih pada lajur jiwa, lenyap pada buaian mimpi yang tak bertajuk rencana.
Ayunan rembulan semalam, menitahkanku. 
Buaian lembut sinar bulan, biaskan kacau yang mengujam bejana lelahku.

Ketuklah pintuNYa, sujudlah dalam dosa. Layaknya waktu yang kian merapat, kala ku tarik hembus nafas tersengal, desahnya tetap dingin dalam pelukan.
Kau putih dalam dekapan, kau putih di atas sajadah panjang. Sucikan lafadz cinta, sampaikan salam pada pelukan dia yang bermanja.

Inginku kusentuh rumput dan tanah, ketika bumi meneguk hujan.
Tak tercemari kesucian, meski sementara waktu persinggahan
Aku runtuh...jatuh dan luluh pada rindu
Serpihan masa pilu.

Kusuburkan kalbu pada sucinya cinta, malam ini...

Cintaku malam ini luluh sendiri


Pada pesisir rasa, dipelabuhan bernama cinta. Serunai camar melambai, menukik bahkan menerjang angin pantai yang membuai sayapnya. Yang terjadi rasa cemas di punggung bulan uang rapu. Saat ranting rindu mulai berkabut, embun bergelayut di dahan malam. Bercengkerama pada mata yang masih terjaga.

Kau mengetuk dinding yang hening, dengan gerimis yang masih disisakan sang hujan. Diam memendam hitan, masih rahasia, masih maya pada senyum dan renyah tawa. Terbit di waktu sempit dan hilang di batas hari, kisahku pun pamit.

Jika kau maya yang bernyawa, kuselesaikan rajutan indah dari pintalan hati. Pada sekat, yang berongga. Pada kalimat yang berjeda. Hingga bayang tak sirna melengkapi lubuk sanubari.
Ku sisakan jejak di pesisir, dengan prasasti yang kunamai hati. Jengah, sejarah lupa..biarlah, pun putaran waktu menggulung rindu. Kupetik titik hujan dan kubawa kelautan. kuseberangkan dengans erangkaian salam untukmu. Layar hati berkembang, perlahan berkibar di langit merah.

Sabit..titip senyum di batas mimpi, setia ku akan menanti hati itu sendiri

Senin, 18 Juni 2012

karena cintaku padamu....


selalu saja sangka menyapa
setiap datang nama terkenang
hadirkan parau suaraku
juga sesak dalam nafas meregang


cinta
serumit inikah nafasnya
sekelumit saja sungging menjelma
sekejap merubah saat nestapa meraja

masih terasa
rengkuh dekap hangat pelukan
jua denyut ketakutan
tapi tulus jiwa menguatkan

Ihklas menerima gerimis
meski tak mampu surutkan dahaga
Tak hentikan suarakan harapan
meski basah tergenang air hujan

mampuku tersenyum lemah
saat lunglai sayapmu patah
bisaku hingarku tertawa lebar
saat ragamu hanya selintas samar

hhhhh....

rela ku terima senja
meskipun temaram sinarnya tak cukup terang
rela ku temani malam
meski bulan enggan datang pada kabut kelam

padamu ku serahkan rasa
kemanapun kan kau bawa
ihklas kan luruh air mata
karena denganmu bahagia itu satu pinta

Hilang sajak kerinduan


Langkah merapat
Diam tak bergeming
Simpan rapi rasa yang tersesat
Pada belantara malam yang hening

Tiada jemari, tiada kata
Pada jingga dia mengganti senja
Hanya tatap sendu
Resapi relung kalbu

Sajak menghilang karenamu

Harapakanku pada rinduku saat ini


Tak akan berdusta, tentang nyanyian rindu yang kerap kudendangkan.
Tak perlu berbohong, meskipun hujan tanya menjadi tariannya.
Jika bukan tempatku, bukan udara dalam hela nafasku.
Pun tempat berjeda dan menghentikan satu cerita nyata.

Mungkin sekarang bukan saatnya,
Bukan waktu yang tepat untuk meneruskannya,
Juga bukan langkah yang tepat untuk dipercaya.
Berlari menembus mimpi, pada batas ilusi

Takkan ada jemari yang runtuh dan hanyut pada sungai yang bermuara
Tak juga hentian kidung yang merambat pelan dari beningnya angin malam
Kan ku ciptakan kembali setitik cahaya pada gelapnya
Agar kita, aku dan kamu tak gentar jika nanti temaram

Meski senja telah larut, hingga malam berkunjung tak surut
Kubawa teduhnya rindu kembali padamu
Kuciptakan kembali rasa luluh jiwaku untukmu
Agar antara aku dan kamu tak ada yang pergi hingga
Kembali menjadi penghuni abadi dermaga sanubari...

itu harapakanku pada rinduku saat ini

Minggu, 17 Juni 2012

Rasa sepertiga malam


Tentangmu, serumpun embun. Lelah dalam penat, letih dalam hening. kau segenggam rasa yang tak pernah terjamah. Bagai lukisan senja tanpa hiasan mega, kau masih indah terbiaskan awan putih di sudut cakrawala. Aku buta dan engkau tuli itu yang tepat untuk kumaknai. rasa ini diam, sediam batu karang yang goyah seketika terhempas oleh terjangan ombak. rasa ini kokoh setegar gunung dalam kuat pendakian untuk menggapai puncak keindahan. Rasa ini tenang setenang buliran air mata di ujung netra yang jatuh kala rindu tak berkata. Inginnya aku mengatakan, kenapa kau tak membalasnya? kenapa kau tak memandang isi dari kalbuku.

Tak salah kusebut kau pucuk himalaya. Kau salju di ujungnya.

Tak jarang inginnya ku kembali pada beranda gurau yang dulu kudapat, bukan rasa dan bukan cinta.Karena dengannya kau diam seribu bahasa, kau tak mampu berkata. Paling tidak jangan sembunyikan itu di pundak bayu karena aku tak mampu menangkapnya, bahkan sulur rindu pun tak kamu berikan...

Bukan lelahku menantimu. Aku akan tanami jejak kecil langkahmu dengan serumput rindu yang tersisa, akan kusirami dia, hingga enah kapan.Meski tak mungkin ia tumbuh menjadi pohon cinta, tapi itu cukuplah menjadikan rinduku bermakna meski tak kulihat anggukan kepala mengiyakan. Kuhijaukan dengan sedikit rinai gerimis membasahinya.

Aku akan tersenyum dalam kegelapan, meski sendirian. Pulaskan dalam temaran malam.Mengecap sedikit rasa tak sadarkan...meski tak memungkinkan.

Biarpun menghilang, rasaku masih di pertiga malam.

untukmu kerinduanku...


Biarkan angin menerbangkannya,
Biarkan hujan menghanyutkannya,
Biarkan malam menyeretnya menepi,

Membiarkan asa sendiri
Menikmati diam
Merasakan
Juga memaknai

Raga lemah tak berjiwa
Kala membaca
Tulisan bertata indah, tak berjeda
Mengalir air bak sungai bening dari muara rasa,
Penuhi kisi-kisi palung hati

Durja...
Aksaranya tentang nya
Berhenti menapaki
Indah bagai bukit pegunungan
Dingin tak bergeming meski syahdu rayu mendayu

Aksaranya
Tumpah ruah
Memapahkan aku
Memaksa berkata lirih...

**

Rinduku hilang terbang dari pandangan
Menanti lambaian tangan
Berhenti tarian jemari menuliskan isi hati
Merapat, menunggu apa yang terjadi di depan pintu,
Harapku, seorang membuka dengan tulus yang tumbuh di sanubari

pergi


Batas ragu simpan tulus cinta, 
Rasa kau goreskan ragu,
Halusnya rasa..
Pun kau tak menyadari. 
Akan pergi, hilang dibalik mega malam
Semoga kau mengerti
Pergi karena memahami hati,

Jumat, 15 Juni 2012

kuambil sepenggal sajakmu...

















untuk kita, aku dan kau, wahai kekasihku

jadikan semua adalah rahasia
dengan tandatanda yang kita sepakati
terjaga sampai mati ,
jangan sampai seorangpun tahu
aku tak mahu terhukum jauh darimu
seperti qais dan laila
juga seperti zulaikha tersiksa sampai tua.
hanya lewat tanda, kedip mata
kita bicara.
bilapun malam, cukup bisik selembutnya angin
tak perlu nyala lilin,
aku tahu kau ada, dengan wangimawar tubuhmu,

cinta ini milik kita, jadikan rahasia

* *aku suka kata yang ditulisnya. kau tau tulisan ini favoritku, entah apa makna yang ada didalamnya, tapi setiap membacanya, desah desir hati ingin keluar, maaf kuambil tanpa kata, kumaknai dirimu bias rindu. dan itu kamu...

LELAH


Menatap...
Menelan meski sulit

Tertunduk...
Diam dalam sekat yang menghimpit

Telah sanggup kumaknaimu
Sebagai gelombang pasang
Siap meluluhlantakkan haluan
Juga batu-batu  karang

Isyarat itu adalah biasan hati
Bukan keteguhan jiwa karena terbiasa
Isyarat itu adalah bahasa nurani
Diam menelan pada sepotong jawaban

Karang itu telah rapuh
Terkoyak menjadi serpihan-serpihan kecil
Karang itu telah lebur
Menjadi butir-butir pasir yang tak diragukan kesetiaannya

Untukmu


Aku berasaksi pada awan hitam 
yang menggulung sang surya

Untuk tentram yang kau bagi, 
Untuk ukiran atas nama rindu
Untuk dawai cinta dalam nafasmu
Untuk kisah setiap malamku
Untuk pesan yang terkirim lewat celah dedaunan
Untuk genggaman jemari yang enggan ditinggalkan
Untuk semesta dalam pagutan pilu
Untuk fatamorganku

Untuk semua itu
Kesan dalam tak mampu tergambarkan
Tak bisa hilang layar malam terganti oleh 
Indahnya fajar

Untuknya bahasaku, sajak rindu terindahku.

GUBAHANKU...

Gubahanku adalah aku
Syair rindu adalah bahasaku
Kidung adalah nyanyianku

jika kau tak menerima, maafkan..
picingkan mata, diamlah
tanpa bicara...

aku tak butuh sumbar bahasamu
aku tak butuh rahasia dibalik isi kalbumu

aku hanya menginginkan
kepastian bahasaku mampu di terjemahkan
dengan makna yang mampu kumaknai sendiri

SILAM


kala letih jemari menutup hari
diam berkawan sepi
bahkan sang fajarpun belum terbangun dari mimpi
entah mengapa secepat itu kau undur diri?
pergi dari satu kisah pada pagutan lelah

kita adalah sepasang musyafir dalam perjalanan panjang
membagi kisah tentang malam-malam yang dingin 
berselimut hangat pada uraian gemintang
hening, kemudian menghilang terbawa sinar kunang

::

Kamis, 14 Juni 2012

Izinkan selalu jiwa mengecup rindu...


Tuhan...
Aku takut tertidur,
Jika nanti aku tak bisa melihatnya kembali
Meski hanya sekuntum sepi
Meski hanya ditemani kicau burung bernyanyi

Munajatkan segala gundah
Dalam ruang gelisah
Pada pekatnya malam dan decit ranting berpadu
Luruhku pada dahaganya malam syahdu

Tuhan..
Esok hari yang kutunggu
Iringi detak detak jantung kian melaju
Menatap senyumnya adalah gubahan senandung rindu
Pada butiran salju yang diterbangkan sang bayu

Tuhan...
Esok adalah detik berhargaku
Meski kau patahkan ranting-ranting sembilu
Meski langit menggiring senja di balik tirai kelabu
Bisa melihatnya adalah naungan sanubariku

Jangan tuhan,
Jangan kau ambil itu dariku
Izinkan selalu jiwa mengecup rindu...

Begitupun kamu, hanya kau tak mengaku...


Kadang jemariku terasa kelu
Menari-nari gemulai aksaraku
Habis sudah kata yang bisa kutuliskan
Semisal lewat kecup embun keheningan

Uhhh...

Mungkin benih rindu yang kutanam
Tak cukup mampu hadirkan kesungguhan
Sungguhpun rindu kusemai dari dasar batinku
Begitupun kamu, hanya kau tak mengaku...

Kuhadiahkan untukmu sekeping asa dari sebentuk jiwa


Kuhadiahkan untukmu sekeping asa dari sebentuk jiwa
Pada hening malam, pada nanar tatap rembulan
Kusibak tirai hati, lalu kutuai pada indah goresan
Kusemai benih rasa pada indah kenang agar tak berjatuhan

Kembalilah...
Hanya itu pinta sederhanaku, untuk siapa? 
Balurku pada tubuh yang terbalut kesepian
Di sekat malam, tentangku dan kesendirian

aku masih sebuah mimpi


Bersamamu,
Keajaibanku
Mendekap erat
Runtuhkanku

Denganmu
Indahkanku
Mencairkan
Beku dingin malamku

Derap langkah menggema dalam alam pikir
Geming suara lenting seperti tetes air
Jika jarak memisahkan gundah
Bukan alasan untuk merundukkan langkah

Bayangkan aku menyelinap diantara tidurmu
Sembunyi di alam lelap tenangmu
Membelai sentuh lembut mayamu
Sematkan kecup lembut di keningmu

Tak tersadari
Aku masih sebuah mimpi.

Rabu, 13 Juni 2012

saat kukatakan pada bulan tentang kamu


Saatnya kini kita luangkan waktu sejenak.
untuk sekali saja menatap bulan.
dan bertanya, apakah kau tak jenuh berada disana?
menemani malam dalam pengembaraan
beringsut lirih mengetuk pintu-pitu hati terkunci
sembunyi pada cinta diam-diam

dan bulan masih bungkam.

Minggu, 10 Juni 2012

SWeet MemORY....






 













Jalankan hari tanpa kesiaan,
kenangan itu peristiwa yang tak terlupakan
lampau adalah masa saat sudah

perjalanan dari yang kemarin
menyisakan memory indah

aku tak akan melupakan apa yang telah di torehkan
pada yang memberi semangat, inspirasi
mereka adalah jiwa-jiwa indah yang aku miliki
dan pernah termiliki tak pernah terganti
meskipun...musim berganti
dan semua tak terlihat lagi