Dari sesentuh yang mendiami sajak-sajak kau tulis setipis senja
Kemarin, sebelum angin membeku di perapian tatapku
Sebentar padam
Sebentar gemerlap
Lalu percik terakhirnya, tercuri kias-kias perjalanan
Aku tak akan mampu membaca lembar demi lembar buku sunyi yang kau sadur lekat
memaknai huruf-huruf yang meratap dalam bilur merapuh
Aku adalah matamu yang kedua
Dari sepasang lilin kecil yang bertahan dalam gelap untuk menanti kehilangan
Tapi aku abadi dalam kenang mata
Langit selaksa cerah
Mataku risau melucuti tiap lembar warna hangat awan
Kita bagai dua roman yang terbelah lautan
Dan membutuhkan beribu meter jengkal untuk berpelukan
Aku yakin kau adalah mahluk yang begitu peka?
Kau sanggup menyaksikan degup yang belum didenyutkan.
Seperti kau biasa membaca warna rona mataku
Atau kau begitu fasih atas lafal-lafal kalimatku
Kembalilah..
Riuh redamku jatuh
Menyapu tiap kisah yang tak tumbuh musim ini
Kembalilah,
Aku berkarat bersama air mata yang tenggelam
Saat gugurnya sesal langit menjingga
Kesendirian memujiku
Cintalah yang telah menyembunyikan ketakutan
Rintihmu bergolak diam sendirian
*puisi mahadiba feat suma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar