kursi taman,
dan sebuah lampu redup disampingnya telah terlalu renta
sebuah ukiran nama tertera
pria dan perempuan sepi bergantian mengutarakan makna
aku datang menulisnya, kekasihku..ujarnya sendiri. kemudian pergi
aku datang membacanya kekasihku, jawab pasanganya dikemudian hari
seterusnya. mereka sama sama tak melihat berapa puluh lingkar purnama dilewatinya
sampai..
satu musim, membiarkan perempuan itu duduk sendiri di sebuah taman kering..
aku tak lelah menuliskan sisa nama yang kukenali, itu seperti sebuah permintaan maaf kepadanya, itu seperti meraup jutaan gemintang untuk kuumtai menjadi jubah ketabahan
ohh...biar tubuhku kaku, biar jantung menciut dan tulangku repih menjadi debu, dan lahat menanti abadiku. aku tetap disini, kursi taman dan tempat kelahiran sebuah puisi tak akan kutanggalkan
disisi kota lain
pria itu juga demikian, mati di keabadian sebuah puisi
dan sebuah lampu redup disampingnya telah terlalu renta
sebuah ukiran nama tertera
pria dan perempuan sepi bergantian mengutarakan makna
aku datang menulisnya, kekasihku..ujarnya sendiri. kemudian pergi
aku datang membacanya kekasihku, jawab pasanganya dikemudian hari
seterusnya. mereka sama sama tak melihat berapa puluh lingkar purnama dilewatinya
sampai..
satu musim, membiarkan perempuan itu duduk sendiri di sebuah taman kering..
aku tak lelah menuliskan sisa nama yang kukenali, itu seperti sebuah permintaan maaf kepadanya, itu seperti meraup jutaan gemintang untuk kuumtai menjadi jubah ketabahan
ohh...biar tubuhku kaku, biar jantung menciut dan tulangku repih menjadi debu, dan lahat menanti abadiku. aku tetap disini, kursi taman dan tempat kelahiran sebuah puisi tak akan kutanggalkan
disisi kota lain
pria itu juga demikian, mati di keabadian sebuah puisi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar