Kamis, 29 Mei 2014

ELEGI KERINDUA

kursi taman,
dan sebuah lampu redup disampingnya telah terlalu renta

sebuah ukiran nama tertera
pria dan perempuan sepi bergantian mengutarakan makna

aku datang menulisnya, kekasihku..ujarnya sendiri. kemudian pergi

aku datang membacanya kekasihku, jawab pasanganya dikemudian hari

seterusnya. mereka sama sama tak melihat berapa puluh lingkar purnama dilewatinya
sampai..

satu musim, membiarkan perempuan itu duduk sendiri di sebuah taman kering..

aku tak lelah menuliskan sisa nama yang kukenali, itu seperti sebuah permintaan maaf kepadanya, itu seperti meraup jutaan gemintang untuk kuumtai menjadi jubah ketabahan
ohh...biar tubuhku kaku, biar jantung menciut dan tulangku repih menjadi debu, dan lahat menanti abadiku. aku tetap disini, kursi taman dan tempat kelahiran sebuah puisi tak akan kutanggalkan

disisi kota lain
pria itu juga demikian, mati di keabadian sebuah puisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar