Ketika nanti aku mendapati setengah dari hatimu rapuh
Atas nama ketidak percayaan
Kita saling melambaikan kedua tangan
Melepas genggaman
"Semestinya bukan..." bisikku lirih
Ada yang mengapung dalam matamu
Seperti luka
Riaknya terlalu kecil untuk membuatku sadar, bahwa rindu mulai pudar
Dingin,
nafas kita enggan menyelamatkan sepi
"Semestinya bukan.." bisikku kembali
Lihat, diari mataku menuliskan luka
memaksa bibir untuk kau lumat dari tiap kata
kau fasih meluluhlantakkan pengakhiran
"Semestinya bukan..!!"
Sedang aku,
terlalu kalut dengan air mata
mencari jalan lengang, untuk memeluk takdir
mencari isi puisiku di ruas jemarimu
hingga lupa menghapal cara untuk tabah
"Di..!" panggilku lirih
Dijemarimu masih tertinggal tulisan yang tak pernah selesai
seperti aku membiarkan hatimu lumpuh, gontai sendirian.
"Temui aku di dermaga, tempat dimana layar mimpi kita tersimpan
lalu biarkan pilahan cahaya jingga menyala di retina matamu, untuk satu pertemuan kembali"
"Bukankah senja memang milik kita, Di?"
Atas nama ketidak percayaan
Kita saling melambaikan kedua tangan
Melepas genggaman
"Semestinya bukan..." bisikku lirih
Ada yang mengapung dalam matamu
Seperti luka
Riaknya terlalu kecil untuk membuatku sadar, bahwa rindu mulai pudar
Dingin,
nafas kita enggan menyelamatkan sepi
"Semestinya bukan.." bisikku kembali
Lihat, diari mataku menuliskan luka
memaksa bibir untuk kau lumat dari tiap kata
kau fasih meluluhlantakkan pengakhiran
"Semestinya bukan..!!"
Sedang aku,
terlalu kalut dengan air mata
mencari jalan lengang, untuk memeluk takdir
mencari isi puisiku di ruas jemarimu
hingga lupa menghapal cara untuk tabah
"Di..!" panggilku lirih
Dijemarimu masih tertinggal tulisan yang tak pernah selesai
seperti aku membiarkan hatimu lumpuh, gontai sendirian.
"Temui aku di dermaga, tempat dimana layar mimpi kita tersimpan
lalu biarkan pilahan cahaya jingga menyala di retina matamu, untuk satu pertemuan kembali"
"Bukankah senja memang milik kita, Di?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar