Baiklah, seperti memunguti kembali sisa jejak yang kau tinggalkan
aku akan membingkainnya menjadi kado kecil berpita merah muda
"Aku suka barisan kalimatnya, boleh kuminta?"
dan seperti menghapal kau tak menjawab
puisimu menjadi bait -bait bulan yang meninggalkan makna sunyi dan harapan.
aku akan membingkainnya menjadi kado kecil berpita merah muda
"Aku suka barisan kalimatnya, boleh kuminta?"
dan seperti menghapal kau tak menjawab
puisimu menjadi bait -bait bulan yang meninggalkan makna sunyi dan harapan.
...dalam mencintaimu
aku seluruh rahasia kecil
/kilometer dan jam dinding:
aku lupa seberapa banyak impian tak lagi dapat kukunyah, setelah ketukan sudut timur membuka jendela lalu tubuh bugil matahari menelanku
tik!
aku terlahir lagi dari suci rahimmu, waktu. Meski prematur
tapi mataku tetap kau puji sebagai kehadiran
/debu dan tumbuhnya pohon kaca:
betapa indahnya menjadi bibir-bibir berwarna
berbaris dengan kaki putih dan senyum nakal yang tak mampu kutuang kedalam liurku
”hai, lelaki asing!, sudah berapa kali hatimu mati tercabik sepi” mungkin itu jerit mereka didalam dada. oh, bahagianya melihatku melintas dengan senyum terjahit luka
aku tetap memacu mengejar bokong matahari yang semakin padat meninggi
/ruang pemukiman wajah pemuja beludru
mungkin aku butuh puluhan menit untuk berkhayal. Andai aku memiliki ruang sedingin ini, akan kukemas segala rindu. Kusisipi huruf-huruf mungil sejumlah langkah masalalu
kau cukup mengeringkan rambut basahmu dengan handuk berwarna merah jambu
aku kembali menjebak hasratku
/pecah:
sudah. Sudah kupecahkan semua isi pikiranku baru saja di aspal hitam, didekat jembatan penyeberangan halte kota puisi. Dan tak lupa semangkuk bubur ayam telah membuka dompetku dengan paksa
ah, aku tumbuh lagi menjadi kekasihmu
tak berganti
tak terganti
seperti bisikanmu, ”jaga kesehatan, aku sayang kamu”
-sas-
aku seluruh rahasia kecil
/kilometer dan jam dinding:
aku lupa seberapa banyak impian tak lagi dapat kukunyah, setelah ketukan sudut timur membuka jendela lalu tubuh bugil matahari menelanku
tik!
aku terlahir lagi dari suci rahimmu, waktu. Meski prematur
tapi mataku tetap kau puji sebagai kehadiran
/debu dan tumbuhnya pohon kaca:
betapa indahnya menjadi bibir-bibir berwarna
berbaris dengan kaki putih dan senyum nakal yang tak mampu kutuang kedalam liurku
”hai, lelaki asing!, sudah berapa kali hatimu mati tercabik sepi” mungkin itu jerit mereka didalam dada. oh, bahagianya melihatku melintas dengan senyum terjahit luka
aku tetap memacu mengejar bokong matahari yang semakin padat meninggi
/ruang pemukiman wajah pemuja beludru
mungkin aku butuh puluhan menit untuk berkhayal. Andai aku memiliki ruang sedingin ini, akan kukemas segala rindu. Kusisipi huruf-huruf mungil sejumlah langkah masalalu
kau cukup mengeringkan rambut basahmu dengan handuk berwarna merah jambu
aku kembali menjebak hasratku
/pecah:
sudah. Sudah kupecahkan semua isi pikiranku baru saja di aspal hitam, didekat jembatan penyeberangan halte kota puisi. Dan tak lupa semangkuk bubur ayam telah membuka dompetku dengan paksa
ah, aku tumbuh lagi menjadi kekasihmu
tak berganti
tak terganti
seperti bisikanmu, ”jaga kesehatan, aku sayang kamu”
-sas-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar