Dulu,
hanya sepenggal puisi yang
terjatuh,
bangun, dan kemudian terbang
sendiri
Dulu,
saat menyusun setiap kata,
aku harus memungut setiap serpihan takdir yang tercecer
menjadi kumpulan kepingan terakhir
hingga...
kita bertemu
(puisiku dan kamu)
kedatanganmu dikabarkan sang hujan,
bukan lagi isyarat yang diberikan gerimis dan angin.
namun kita dipersatukan oleh sebuah musim.
langit tahu itu dan awanpun paham..
maka,
biarkan kita melahirkan beberapa puisi
yang tak terhitung,
yang membuat mereka muram menjadi tersenyum,
yang meleburkan airmata menjadi tawa suka.
sampai mereka tak merasakan bahwa ada sebelah jiwa yang merasa kehilangan..
meski sebenarnya itu adalah hakiki.
puisi bagus bgt n menyentuh. seep lanjut dah
BalasHapusmakasih nih gan atas infonya
BalasHapus