Senyawa Aksara Mahadiba, SAS
Lalu membacanya seperti sebuah sabda bumi,
dan malam telah menyediakan serahim subur untuk pengaduan
Kisah itu dimulai dari satu malam
Dia menyimpan semangat kita yang enggan padam
Membiarkan kata-kata menjadi nada-nada indah meninabobokan
Gugusan aksara dan bintang bertabur di lembar langit yang semakin renta
“Kita di sana!” (tunjuk satu bintang yang jatuh tak sengaja).
Melihat
bias merona dari selembut mata itu bernyawa. Mata yang begitu hidup.
Mencari awalan cerita untuk ditulis didalam sebuah kata.
Merebahkan dada pada keheningan dan mengantarku pada rasa percaya
"Engkau esok yang membawa kisah baru untuk diseru" jelasmu
"Kita tak kalah bukan? dan kau tak mengalah bukan?" kupastikan itu.
Maaf kulontarkan saja kalimat itu, ketika aku melihat raganya mulai begitu
lelah, dan kedua pelupuk matanya merona. Aku yang akan memapahmu ketika kau
mulai pasrah, aku juga akan memberimu nafas ketika kau mulai kelelahan.
“Kau percaya, kita pun bisa menulis takdir kita sendiri, meski Dia yang
mmemegang kendali? Kau tak meragukan keteguhan kita kan?” tanyaku bertubi
Aku,.. aku telah terlanjur mengirimkan sajak pada semesta
Di satu ruang sepi yang menjadikanku alkisah, hanya itu hanya cinta.
Cinta
buat kita adalah kisah romansa yang lahir dari tetesan air mata, kepedihan,
luka, bahagia. Tak ayal kita kerap melontarkan pertanyaan-pertanyaan aneh, yang
memancing kita beramarah, ber api. Tau yang kemudian terjadi? Pasti kau sudah
menebaknya. “Cinta kita diuji lagi sayang?”
Aku jadikan untuk ruh impian pijakan senyum tak berjarak dari tatap yang sama
kepada matahari
Bersandinglah sebelum puisi kusimpan dimataku, kuciumi aromanya lalu
kuterbangkan impiannya
Biarkan satu persatu kepak-kepaknya mencapai mahligai langit berdenyut mengisi
napasku
Aku mengerti bergandeng bersisi adalah senyum yang begitu roman kita kutip dari
buku hati
"Boleh ku ucapkan puisi untuk matamu?" kau lembut menatapku
"Aku sudah ada didalamnya, sejak pertemuan pertama itu"
Kau
rebah sekali lagi, bidang kita terengkuh.
“Telah
begitu adil Tuhan mempertemukan dua luka yang saling percaya”, sambil mengecup
keningmu
Berjelaga
Dan telah kuhalau butir debu berkali-kali di matamu
Khayalku sejelmamu
Pegang aku...puanku
*mereka meminangnya, memintanya dari kita. terima kasih