Rabu, 18 Desember 2013

MEMUJAKU



Sunyi, puisi tentangmu menyekap rindu yang teramat panjang,
Sekejap puisiku menjadi lengkap ketika sepasang janji bertautan

Cinta telah memberi kita ruang yang panjang untuk saling memahami
Aku dan kamu

Kita berbicara meluruskan tiap aksara pada harapan
bahkan tak jarang kita membawa airmata menjadi saksinya

Ah..
Biarkan satu persatu ranting menggugurkan daunnya yang menguning
Meninggalkan sebuah nama pada tepian mimpi
Biarkan debu membawa kepasrahan dedaunan untuk berserak
dari gemulai rayu sang angin

"Bawa aku perempuan bermata kabut?" pintamu senja itu

Aku hanya seorang yang membawa cinta pada pusara rengkuhmu
waktu yang akan menuliskan semua pada tutur puisiku
Atau aku harus membiarkan takdir memapahku

"Singgah dan berterus teranglah kepadaku, mata kabutku?" pintamu sekali lagi

Kita bernafas dari napak tilas luka
Diam dan hening adalah sisi seyap yang pernah kita lagukan
(dia yang mengatakan itu, sayu menatapku)

Sekawanan unggas pulang kesarang, rimbun ilalang riuh tak menghalang
Sebelum luka mengungkap sempurna, kuselipkan do'anya diantara tanda semesta

Diam hanya memujaku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar