Dan aku, aku yang telah menghunuskan sebilah pisau di balik sayapnya. Telah menikamnya tepat di jantung hatinya. Yahh...aku telah membunuh diriku sendiri. Dengan mengabaikan hati, tak merasakan sejuk embun yang diciptakan. Aku dusta pada hati, membiarkan pergi berlalu, meninggalkan bayangan semu. Aku tak pernah tahu...
Selama ini senyum itu selalu menapaki jejak kecil yang ditinggalkan debu. Selama ini sabarnya menggengam rahasia untuk terihat tetap bahagia, dengan senyum yang masih tak mampu ditinggalkannya.
Malam ini bulan tak lagi menemani, hanya sendiri menikmati kerlip kejora. Kemana dia?
Tangis malam, hadirkan sebuah kisah. Kemana perginya bait aksara yang pernah kuciptakan untuknya. Dengan sajak-sajak kecil itu, tentang rindu. Hanya itu, tak cukup bagiku, kau yang telah melukiskan bias senja pada barisan tawa. Kau juga yang telah memberi warna pada bentangan cakrawala.
Maafkanlah aku..
Padanya jendela nyata terbuka, hadirku telah tiada, diujung pena, atau di sumber suara yang pernah kutinggalkan untukmu. Jeda itu tak mungkin menjadi tanda koma, semua akan berlalu. Jatuh pada rasa yang terluka, dan umbar tawa perihnya. Akan kuhapus buramnya, dengan sentuh air suci, bening. Merasuk dan mendalam di sanubari.
Hadirku kembali ingin memberimu kabar bahagia, bahwa meski tanpa aku akan membantumu tersenyum .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar