Wahai angin,
terpa aku saat pejaman mata tak mampu terbuka
padamu telah ku pinang sebait sajak
untuk kau sandingkan dengan rembulan
wahai angin,
desahmu kunantikan, agar sejuk ladang gersang ini
menganai rintik-rintik hujan
pada langit telah kulukiskan seraut wajah diam
tak bersuara sembunyi dalam butiran hujan
pada bidak cakrawala aku telah bersuara
memanggil mendengungkan namanya
dia membebatku
mengikat erat diujung naluri
bagai belenggu mengecam rasaku
menggengam laju jemari menari menuliskan sebuah puisi
untuk siapa?
untuknya yang tak mampu kusebutkan namanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar