Nanti tiara itu akan kuanegerahkan,
Yang dulu pernah ku ikrarkan padamu,
Terukir jelas dalam guratan sanubariku.
Saat malam-malam sebelum semuanya hilang,
Pada syair yang kureguk dalam kisah semu.
Saat dulu kau tanyakan padaku
Mengapa kau begitu merindu??
Aku memilihmu, menjadikan biasmu adalah mimpiku,
Untuk sedetik harap hadir di kalbumu.
Saat harus kumaknai jatuhnya rintik gerimis,
Yang jatuh membasahi bumi.
Saat harus memahami, bagaimana awan hitam
Menggantungkan butiran hujan...
Begitulah, masih merasa kesepian..
Bahwa melati tak akan pergi meninggalkan seberbaknya
Menaburkan benihnya di atas tunai seminya.
Mungkin rentang waktu ini bukan untuk kita.
Mungkin pula tak bisa teraba, kapan mentari akan menggulung senja
Merangaskan ranting-ranting kering, menjadi selimut pada danau kering
Menggantikan daun-daun kering menjadi butiran embun
Pada balik bimbang, kuceritakan tentang beningnya rasa mengalir.
Pada rasa yang entah, bertahan dalam diam, memaknai sendiri.
Hanya kamulah yang mampu memahami, isi dibalik syair ini.
Bahkan surya itu tak lagi bisa membayangi.
Dalam lelah, simphony ini ku isi,
Aku tak mau kalah, pasrah, meski separuh jiwa lelah, rinduku lemah,
Namun sepertiga hati masih bergelayut manja di bahu ini.
Masih menanti...menanti di lubuk sanubari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar