Sadar, kesadaran yang tak berbatas. Pada ujung waktu yang tak berawal, akhirnya ini pengakhirannya. Dengan rasa ikhlas, pada rentang tangan dalam kebekuan...terima pada kenyataan. Sedikitpun cinta itu tak berbeban, bisa dinamakan tak bertuan. Karena rasa itu tak pernah terkatakan. Namun hati enggan berdusta tentang derita kepergian.
Biarkan sunyi menyelinap diam, diantara curah yang deras di balik pintu yang sedikit terbuka. Aku yang tak bertirai, kehilangan yang hilang namun bukan cinta yang kau rasa.
Tak ada yang indah seindah bulan ini, Februari. Mengingatmu dengan segenap bulir kenangan yang tersisa. Juga terising detik per detik saja, terekan dalam ingatan, masa. Untukmu..yang terdalam mengalir dalam sebuah kisah...
***
Jumpamu, di antara sapa. Di dalam ruang antara riuhnya tembang dan nyanyian. Dan silaunya sinar, aku menemukan di balik halaman. Kau dan punggung itu..Kau yang bertuan dalam percakapan diam, diam...dan bungkam. Pada aksara ku jumpa, pada sapa terlanjutkan dengan tawa. Mulai terdengar suara, riuh manja.
Seperti mendengarmu , bisikan-bisikan itu pesan atau nyanyian surga yang melega. Kau cerita yang terlahir dengan ke sia-siaan.
“Kau baca aksaraku?” tanyamu kala itu
“Yang mana?” jawabku
“Semua, mungkin dari ketika saat dingin menghampiriku”. Jawabmu.
Februari, ku dapatkan beberapa syair itu. Yang bisa kau ambil dari sekelumit catatan usangmu. Dan saat kau, berikan ini untukku ...(kau ingat ini)
dan damailah hatimu
arungi laut kehidupan
dan kaulah nakhodanya,..
ku berikan satu rahasia padamu
keahlian terakhir para nakhoda
kerelaan tuk memberikan hidupnya pada lautan
adalah karena cinta...
salam
sampai jumpa disamudraku...
lagi...Februari itu adalah bulanku.
“Tak kau baca 21 februari beberapa jam yang lalu..” pintamu, tentang hujan, saat kau pulang menembus hujan. Rona merah jambu kala itu.
Hingga satu yang masih menjadi pertanyaan, dan hampir terlupa bahwa itu membutuhkan jawab...”Panggilan apa yang terbaik dan kau suka untukmu..?” ..kembali terdiam
“dan bila pun malam, jika kau rindu, cukup bisik selembutnya angin,....dari aksara yang kau suka,...”
aku ingin kamu senyum,...
aku ingin kamu bahagia
aku ingin kamu kuat
karena inilah bagian dari hidup
jangan pernah bertanya kenapa berat deritamu
tapi kau sendiri pasti yakin, bahwa Dia tak menguji manusia diluar batas kemampuannya,...
Kisah ini biasa, namun hadirnya membuat apa yang terbaca menjadi luar biasa. Sedemikian indah dan sederhana itulah aku memaknainya.
Laluku, karena mencintaimu, laluku pada anugerah Tuhan yang mesnyisakan hembus nafasku untuk membaca semua aksaramu. Sepanjang nafas itu menuju rentangan waktu. Kelak akan kumaknai rasa ini, menjadi anugerah indah yang sesaat pernah termiliki.
Menyerah, pasrah, dalam kesiaan rasa yang lelah.
“Jika saja, rasa ini yang diharuskan untuk undur diri. Tak kan kuingkari. Tak kan terkejar, sebab dahan-dahan itu telah tumbang, dan cabang rindang telah bersaksi bahwa...dia kisahku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar